Dolar AS terpuruk ke level terlemahnya terhadap euro sejak September 2021 pada hari Selasa (1/7), di tengah kekhawatiran fiskal terkait RUU pengeluaran Presiden Donald Trump dan meningkatnya ketidakpastian terkait kebijakan Tarif perdagangan.
Euro menguat ke $1.179, mendekati level tertinggi dalam empat tahun, dan mencatat kenaikan 13,8% sepanjang paruh pertama 2025 — kinerja semester pertama terbaik sepanjang sejarah menurut data LSEG.
Sementara itu, indeks Dolar turun ke 96.688, level terendah sejak Februari 2022, mencerminkan tekanan besar terhadap mata uang cadangan dunia tersebut.
Fokus investor kini tertuju pada sejumlah rilis data ekonomi utama AS minggu ini, termasuk laporan tenaga kerja (nonfarm payrolls) hari Kamis, yang diperkirakan menunjukkan perlambatan pertumbuhan pekerjaan.
Di saat bersamaan, investor mulai memperhitungkan peluang pemangkasan suku bunga yang lebih agresif dari Federal Reserve tahun ini, memicu aksi jual Dolar.
Ketidakpastian juga muncul terkait kemampuan Senat AS dalam meloloskan RUU pemotongan Pajak Trump, yang diperkirakan menambah utang nasional sebesar $3,3 triliun dan menuai perpecahan internal partai.
Sementara kritik Trump terhadap The Fed dan tekanan terhadap Ketua Jerome Powell turut memperparah sentimen Pasar. Trump bahkan mengirim daftar suku bunga bank sentral dunia kepada Powell dengan catatan tangan yang menekankan bahwa suku bunga AS seharusnya serendah Jepang (0,5%) atau Denmark (1,75%).
Seruan publik agar Powell mundur turut menimbulkan kekhawatiran akan independensi dan kredibilitas bank sentral AS. Di sisi lain, para investor terus memantau arah kebijakan perdagangan menjelang tenggat 9 Juli untuk Tarif Trump, meski belum ada kesepakatan berarti dengan mitra dagang utama seperti Jepang.
Kombinasi ketidakpastian kebijakan fiskal, tekanan terhadap The Fed, dan ancaman Tarif global telah melemahkan kepercayaan Pasar terhadap Dolar AS secara struktural.(yds)
Sumber: Reuters
Dolar Tertekan, Kombinasi Tarif Trump dan Beban Fiskal Jadi Pemicu
