Pasangan mata uang GBP/USD mengalami tekanan kuat pada hari Rabu (3/7), terperosok kembali di bawah level psikologis 1.3600. Penurunan tajam ini dipicu oleh lonjakan imbal hasil Obligasi Inggris, yang menambah tekanan terhadap Poundsterling. Meskipun terjadi pemulihan kecil secara intraday, kinerja pasangan GBP/USD masih berada dalam tren bearish seiring kedua mata uang–Pound dan Dolar AS–berlomba menuju level terendah.
Ketidakstabilan politik dan kebijakan fiskal Inggris menjadi salah satu pemicu utama. Perdana Menteri Inggris, Kier Starmer, dinilai gagal memenuhi janji pemotongan belanja kesejahteraan yang sebelumnya menjadi bagian penting dari rencana anggaran Pemerintah untuk mengendalikan defisit. Tak hanya itu, Starmer juga membuka peluang kenaikan Pajak, yang langsung memicu respons negatif dari Pasar dan kritik politik. Dalam waktu dekat, diperkirakan akan terjadi reshuffle kabinet sebagai upaya Starmer untuk memperkuat posisi Partai Buruh di tengah memburuknya prospek ekonomi Inggris.
Dari sisi AS, data ketenagakerjaan juga mengecewakan. Laporan ADP Employment Change menunjukkan penurunan sebesar 33.000 pekerjaan bersih, jauh dari ekspektasi Pasar yang memperkirakan pertumbuhan moderat. Meskipun data ADP sering dianggap sebagai indikator awal bagi laporan Nonfarm Payrolls (NFP), akurasinya sering kali dipertanyakan. Namun, laporan kali ini cukup mengguncang Pasar karena memicu keraguan terhadap ketahanan ekonomi AS, terutama menjelang rilis data NFP akhir pekan ini.
Secara keseluruhan, tekanan dari ketidakpastian kebijakan fiskal Inggris dan lemahnya data tenaga kerja AS menciptakan sentimen bearish ganda pada pasangan GBP/USD. Pasar kini menantikan data ketenagakerjaan resmi dari AS serta kebijakan kabinet Inggris dalam beberapa hari ke depan sebagai katalis lanjutan.(yds)
Sumber: FXstreet
